Tuesday, June 28, 2011

Cinta Dalam Sepotong Pratha

Killiney Road sore ini tak begitu ramai.Kulangkahkan kaki menuju kedai makan India yang tak begitu jauh jaraknya dari apartemen tempat dimana aku tinggal jika sedang berada di Singapore.Kedai yang terletak di ujung jalan ini adalah kedai langgananku.Selain makanannya enak,harganyapun murah.
Pratha ?” Pemilik kedai  yang selalu ramah itu menawarkan roti ala Indianya.Rupanya ia sudah hapal dengan seleraku.Roti Pratha  atau Paratha dengan kuah kari.
“Sendiri?” Lagi-lagi pemilik kedai itu menanyaiku. “Where’s your husband?”
What?Husband?Aku hanya mengangkat bahu.Bukan tak ingin menjawab,namun pertanyaan itu hanya mengingatkanku pada lelaki yang disebut-sebut pemilik kedai itu sebagai suamiku.Bukan,ia bukanlah suamiku,ia adalah Mas Akbar, demikian aku memanggilnya.Ia adalah kekasihku atau lebih tepatnya kini adalah mantan kekasih.Pemilik kedai itu tentu hapal benar dengan kami.Aku dan Mas  Akbar sama-sama menggemari roti Pratha buatannya yang sering  kami cicipi jika sedang berada di Singapore.
Aku mengenal  Mas Akbar kurang lebih sudah setahun. Kami bertemu di pesta pernikahan Ira,keponakannya yang juga adalah teman baikku di Bandung.Jarak usia kami lumayan cukup jauh,15 tahun. Aku 30 tahun,masih lajang sedang Mas Akbar 45 tahun dan sudah berkeluarga.Betul,ia adalah lelaki yang telah beristri dan dikaruniai dua orang anak,karena itulah kami berdua selama ini menjalani  hubungan yang tak semestinya.Hubungan yang harus kami sembunyikan dari siapapun yang kukenal,termasuk kedua orangtuaku.Aku sendiri tak mengerti mengapa aku jatuh cinta padanya.Semuanya mengalir begitu saja.
Aku dan Mas Akbar lebih sering bertemu di Singapore,selain karena lebih aman dan jauh dari pengamatan orang disekitar kami,kebetulan juga ia lebih banyak  berada di negara ikan berkepala singa ini karena tugas dari kantornya.Aku sendiri sering bolak-balik Bandung-Singapore karena urusan belanja untuk mengisi butik kecilku.

“Rena,aku sudah di Singapore.Lekaslah ke hotelku,” Mas Akbar menghubungiku lewat telepon kira-kira setahun yang lalu.Aku yang sedang dimabuk kepayang padanya tentu tak melewatkan kesempatan itu.
Aku menyusul Mas Akbar.Kami bertemu dan memadu kasih.Sekali,dua kali,sepuluh kali  dan tak terasa hingga ratusan kali kami berjumpa dan lebih sering dalam situasi seperti itu.Kucing-kucingan dengan siapapun yang mengenal kami dan kamar hotel yang menjadi saksi.Kami tak bisa menjalani hubungan ini dengan leluasa.Aku tak bisa setiap saat dengan bebas mengajaknya keluar dari kamar hotel untuk sekedar menghabiskan malam berdua,misalnya.Candle light dinner di restoran terkemuka?Mas Akbar akan menghindari tempat-tempat ternama,"Jangan di resto Ren,bagaimana jika ada yang melihat kita?" Karena itulah hanya beberapa tempat terbatas saja yang bisa kami datangi,termasuk kedai makan India di Jalan Killiney.Herannya aku terus menjalaninya.Menjalani hubungan yang kutahu sangat tak menyenangkan ini.Mata hatiku telah dibutakan oleh Mas Akbar.Tak terpikirkan bagaimana perasaan istri dan anak-anaknya bila melihat hubungan kami,atau bagaimana juga dengan perasaan kedua orangtuaku yang selalu mengajarkan hal-hal yang baik sedari ku kecil.

Semuanya terasa begitu indah sampai tiga minggu yang lalu saat kuketahui bahwa diriku telah terlambat bulan.Antara rasa senang namun juga cemas aku berusaha mencari cara untuk menyampaikan hal tersebut kepada Mas Akbar,satu-satunya pria yang ada dalam hidupku dan telah menanamkan benih cintanya kepadaku.Suaraku hampir tak dapat keluar saat itu namun dengan kekuatan yang ada aku harus katakan juga.
“Mas…aku hamil,” Nyaris kutak berani menatap matanya.Kulihat Mas Akbar sangat terperanjat namun tak langsung berkata-kata.Kurang lebih lima menit waktu yang kubutuhkan untuk mengetahui reaksinya.
“Gugurkan saja Ren,” Mataku hampir meloncat dan jantungku seolah berhenti berdetak begitu mendengar suara Mas Akbar yang datar itu.Apa??!!Menggugurkan buah cinta kami??!! What the f**k.Kutahan dengan sekuatnya air mata yang hampir jatuh dan degup di dada yang tak beraturan iramanya.Kutinggalkan kamar hotel tanpa kata-kata.

Kini tiga minggu sudah berlalu.Tak ada satupun kabar dari Mas Akbar.Tak ada telepon.Tak ada lagi pertemuan rahasia diantara kami. Puluhan kali kucoba menghubungi mas Akbar melalui telepon namun nada yang tersambung itu tak kunjung jua diangkatnya.Diantara rasa lelah kuputuskan untuk menjalani hidup berdua saja dengan jabang bayi yang kukandung meski akan banyak pertanyaan maupun cacian dan juga kekecewaan dari orangtua maupun kerabat.
More?” Tawaran pratha dari pemilik kedai menyentak lamunanku.
Yes,please,” Kuelus perutku dengan lembut kemudian kupandang roti Pratha yang tersaji diatas piring dihadapanku dengan tersenyum.Ya,hidup harus terus berjalan!

2 comments:

  1. aku jg senang nongkrong di Killiney, nginepnya pun di daerah situ :)

    ReplyDelete
  2. Mbak Diana,terimakasih sdh mampir dan mencicipi roti Prathaku :)

    ReplyDelete