Friday, March 30, 2012

Suatu Pagi Di Taman

Langit tampak biru.Hari yang indah untuk menghabiskan waktu di luar rumah.Akupun melangkahkan kaki menuju taman di ujung perumahan.Taman terlihat tak terlalu ramai di Sabtu pagi ini.Kulihat ada beberapa anak kecil yang berlarian.Beberapa diantaranya sedang disuapi oleh pembantu atau baby sitternya.Sepasang remaja terlihat sedang duduk sambil bercanda.Seorang nenek sibuk merajut sesuatu di bangku sudut taman.

Kulayangkan pandangku ke segala penjuru.Masih ada satu bangku kosong di sebelah lampu taman.Di atasnya ada pohon rindang yang memayungi.Baiklah,aku akan kesana.Langkahku terhenti di bangku itu bersamaan dengan sebuah langkah lainnya.Ternyata kami sama-sama akan menempati bangku yang cukup untuk dua orang itu.Hmm ia putih,cantik dan ahaaa…wangi!Tak seperti aku yang belum sempat mandi,sedikit kucel dan astaga…ternyata sedari tadi aku belum sempat bersisir!Sebenarnya aku malu duduk berdampingan dengannya,tapi…aahh…kepalang tanggung.Aku dan dia sudah sama-sama menempati bangku ini.Siapakah dia?Sepertinya baru kali ini aku melihatnya.

“Oh,eh…silahkan,” Aku mempersilahkannya duduk dan membuka percakapan.
“Terimakasih,”jawabnya pelan.
“Sepertinya aku baru pertama melihatmu di komplek ini,”
“Oya??Aku memang jarang main ke taman ini,sesekali saja bila cuaca cerah dan aku diperbolehkan keluar rumah,”
Ya Tuhan,suaranya merdu sekali.Aku semakin ingin mengenalnya.
“Hmm…kalau boleh tahu di mana sih rumahmu?”
“Agak jauh dari taman ini,di Blok D no 15.Kalau kamu?”
“Ohh pantas kamu jarang main ke sini ya.Aku di Blok H no 10.”
“Blok H…hmmm…dekat dong dengan rumah nomer 12?”
“Tentu saja.Kok kamu tahu ?Kamu kenal ya dengan punghuninya,”
“Hmmm…sangat kenal.Aku dan dia….kami….kami…sempat dekat satu sama lain…” kulirik wajah si cantik di sampingku.Olalaaa…tiba-tiba saja kulihat raut wajahnya menjadi sedih.
“Apakah kalian masih sering bertemu?”
“Tidak…dia….diaaa….”suaranya tercekat.
“Kenapa dengan dia?”
“Dia….meninggal seminggu yang lalu,” kulihat matanya basah.
“Maaf,”
“Tak apa.Ia mungkin sudah tenang di atas sana meski sampai kini aku tak bisa memaafkan pengemudi mobil yang menabraknya.Aku benci.Lelaki berkacamata yang  telah membuat kekasihku pergi…dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan kekasihku mereggang nyawa...hiks..hiks…”
Oh Tuhan,ternyata kekasih si cantik ini meninggal karena kecelakaan!Tentu berat baginya menyaksikan kejadian tersebut.Tubuhku bergetar tak bisa membayangkan.Percakapan ini telah membuatnya menangis.Ingin kupeluk si cantik di sampingku ini.Kurapatkan tubuhku ke dia,rasanya ingin kuhapus kesedihannya.
“Tabahkan hatimu…lelaki itu tentu tak sengaja,lebih baik kita mendoakan kekasihmu dan…heyy…hapus dong airmatamu.Aku di sini.I’ll be your shoulder to cry on,”
“Terimakasih…maukah kau menjadi temanku mulai saat ini?”
“Tentu…kenapa tidak?” kembali kurapatkan tubuhku ke tubuhnya.Tiba-tiba saja aku ingin menjadi lebih dari sekedar teman untuknya.Aku ingin menggantikan kekasihnya yang telah tiada.Aku ingin mencintainya!
“Errr…by the way,aku belum tahu namamu,” Ia menatapku.
“Astagaaa…aku juga belum tahu namamu!” Kami sama-sama terbahak menyadari kelucuan ini.Sedari tadi kami berbincang bahkan aku telah memutuskan ingin jadi kekasihnya namun ternyata nama masing-masingpun kami tak tahu.

“Hallo,Aku Panda,”
“Aku Manis,”
Mendadak taman perumahan menjadi sejuk,sesejuk hatiku yang sedang bahagia.Manis,lupakan kesedihanmu,mari berjalanlah bersamaku.
“Meooong…”

(Untuk Henni dan 'Panda'nya :)

Thursday, March 22, 2012

MIMPI

“Astri,tetaplah bersamaku ,” bisik Dika sambil mengenggam tanganku.Jarinya kemudian beralih mengelus anak rambutku.Bibirnya mengecup pipi kananku,hidungku dan kemudian beralih ke bibirku.
“Dik…” “Ssstt…” Dika kemudian membungkamku dengan ciumannya.Ciuman yang hangat kemudian berubah menjadi basah dan membuatku hanya mengikuti setiap geraknya.Ia lumat setiap jengkal tubuhku.Aku tak bisa berkata-kata.Keringat membasahi kami.Kubiarkan Dika membuka satu persatu kancing bajuku.Kamipun bertelanjang dada kemudian menjadi tanpa sehelai benang  suatu  malam dalam satu ruang.

 Dika.Lelaki tampan bermata teduh itu tiba-tiba saja hadir dalam hidupku.Seperti  angin yang menghembuskan sejuk tetiba menelusup ke seluruh pori-pori tubuhku.Aku terpana,bergetar dan menginginkannya.Dika berubah menjadi sesuatu yang kucandu,padahal aku tak mengenalnya seperti aku mengenal mantan kekasihku yang dulu.Ah,siapa dia.Bukan aku tak mau tahu,tapi aku tak mampu.

 Aku selalu terpaku setiap kami bertemu.Apa yang hendak kutanya maupun katakan selalu hilang dalam pelukan lelaki tampan itu.Aku terkunci dalam ciuman membara.Kemudian ku tak sadar meski ada rasa senang yang menjalar.

“Dika,apakah kamu mencintaiku?” kuberanikan diri bertanya sebelum kami kembali berbagi rasa di ranjang.
“Jangan tanyakan itu,”
“Tapi…kita sudah jauh melangkah…”
“Bisakah kita saling berbagi meski tak usah mengucapkan….”
“Cinta??” potongku segera.
“Aku lelaki yang patah hati,Astri.Hatiku telah mati.”
“Tapi kau menginginkanku,”kutatap erat matanya.Mata yang membuatku tergila-gila dan lupa.
“Kita sama-sama membutuhkan rasa ini,”Dika kembali meraih tubuhku.Merabaku.Mengelusku.Menciumiku.Percakapan berakhir.Aku kembali tersihir.

Lelaki Tampan bernama Dika.Kekasih yang menawarkan misteri.Aku terpatri.Ingin dicintai dengan sepenuh hati.Meski lelah jiwa ini.Bertanya namun tetap tak menemukan arti.

“Dika…”
“ Ya sayang,”
“Kenalkan aku dengan duniamu,”
“Apakah itu perlu jika kita selalu bisa bersatu?”
“Aku mau lebih…”
“Astri,biarkan aku hanya menjadi kekasihmu yang boleh kau candu dan kau mau tapi jangan menuntut cintaku karena ia sudah pergi bersama waktu…”
“Dika….” Sebulir air mata menetes mengenai dada bidang yang lembut.Aku tak mampu lagi menyebut.Mataku berkabut.Hatiku kusut.


Aku dan Dika,lelaki tampan yang patah hati merajut  malam di antara kerlip gemintang dan kerlingan bulan.Kami  menyatukan raga dan jiwa tanpa tahu kemana semesta kan membawa.Ketika langit berubah warna dan mentari menawarkan hangat iapun mengembara entah kemana.Aku yang kehilangan hanya bisa mengingatnya lalu memanggil dalam jiwa,” Dikaaa…Dikaaaaa….lelaki patah hatiku yang tampan,akankah kau kembali datang nanti malam?Kunanti dirimu di ambang mimpi kita.Temani aku berdansa di gelapnya malam.Dikaaaaaaaa…….”

Aku terbangun.Menyeka peluh.Menyimpan mimpi di relung jiwaku yang merindu.

Monday, February 6, 2012

Surat Untuk Panda

Dear Panda,
Sudah berapa tahun kita tak bertemu ya?Aku terlelah menghitung waktu.Bukan,bukan karena tak ingin mengingatmu,  justru kehadiranmu serupa rindu menyesap hati,ia selalu hadir menari-nari setiap detik,setiap waktu,setiap hari. Waktu bersiasat dengan sempurna.Mencuri ingatanku. Aku lupa sudah berapa puluh atau bahkan beratus purnama datang dan aku hanya diijinkan menggenggam satu kenangan indah akan dirimu,diriku,diri kita bersama.

Panda,
Kurindu setiap pagi kau membangunkanku,mengendus manja kemudian menggiringku keluar kamar untuk beraktifitas.Ketika kumelangkah keluar rumah tatapan matamupun berubah sendu seolah memohon ke seribu peri untuk mengembalikanku dini.Aku pergi dan kamu menghantar dengan hangat kesetiaanmu yang tak pernah hambar.

Kemudian,ingatkah kamu,aku sering memanjakanmu dengan caraku.Kue kesukaanmu!Aku tak habis pikir bagaimana kamu bisa menyukainya,kue kering kesukaanku ternyata juga menjadi favoritmu.Bertoples-toples kue kering menjadi saksi manisnya hubungan kita.Aku rela tak menggigit kue lagi hanya untuk mencuri perhatianmu.Wajahmu yang lucu seolah berkata “Hei,jangan habiskan kuenya sendiri dong,aku juga mau!” Ugh,kamu menggemaskan.Bagaimana aku bisa berpaling darimu?

Suatu waktu kita pernah berfoto.Aku sampai terkekeh melihatmu yang justru bersemangat ketika berpose.Kupikir kamu ingin gila-gilaan,maka sekalian kupasang kacamata renang yang kemudian menghias wajahmu.Astaga!Kamu diam saja dan malah menikmatinya.Ah,Panda,kamulah matahariku,yang tak jemu-jemu menebar hangat dan membuat hariku selalu berhias senyum,seolah mencipta notasi analfabetis tanda keriaanku.

Tapi,Panda,
Tahukah kamu,sejak hari itu aku tak lagi menebar senyum.Entah apa atau siapa yang merenggut bahagiaku,keriaanku,matahariku.Sekejap kamu tak lagi bisa kupandang.Kamu hilang atau hengkang,kau tak beri kabar,bahkan tak pula tinggalkan jejak.Aku sendu.Kemudian sepi mendekapku sejak nihil kehadiranmu.Meski beribu bulir airmata tertumpah namun tetap kau tak bisa lagi kupegang.Aku kehilangan! Aku kehilangan!

Panda,
Pertanyaan Di mana kamu tak lagi kudengungkan.Aku belajar mengerti meski kamu tak ada.Ikatan batin yang terjalin membuatku tak pernah jauh darimu meski raga tak bisa didapat.Aku tahu kamu juga menyayangiku,mengasihiku karena terbukti lewat kehadiranmu yang kerap melalui mimpiku.Kuyakin,sesungguhnya kamu tak pernah pergi,kamu selalu ada dalam hidupku,meski di mana,wahai Panda,anjingku,matahariku…….

Dari Tuanmu,
Judith

(Saya ikutkan FSC Kompasiana,14 Agustus 2011)

ALEX DAN KRUCIL

Alex sedang berbisik-bisik di pojok ruang tengah,dekat rak buku.Kulihat ia seorang diri di sana namun setelah kuperhatikan ia seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang.Tergerak oleh rasa penasaran,aku bermaksud mendekat dan mengupingnya dari balik lemari hias.
“Krucil,jadi kamu berniat pergi lagi?”
“Kemana? Hahh?NTT? Jauh banget!Pasti kamu punya pacar di sana…” Alex terkekeh.
“Baiklah…kutunggu ceritamu!” Kulihat Alex masih terkekeh sambil melambaikan tangannya.
Hampir copot jantungku.Sedang apakah Alex,keponakanku,barusan?ABG berusia 16 tahun itu terlihat sangat aneh di mataku.Seratus persen aku yakin dan melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa barusan Alex,anak bungsu Mbak Sinta,kakakku satu-satunya itu sedang bercakap-cakap,namun dengan siapa?Tak seorangpun kulihat di sana!
Aku jadi ingat Tria,salah seorang teman kuliahku yang pernah mengajak berbincang dan membahas tentang orang yang mempunyai kemampuan untuk melihat makhluk dari dimensi astral dan hal yang disebut orang dengan astral projection.Tria bilang ada orang yang memang sejak lahir mempunyai kemampuan tersebut,bahkan mereka yang pernah mengalami mati suripun bisa melihatnya.Dicky,pacar Tria malah mengaktifkan chakra ke-6 atau mata batinnya untuk bisa melihat hal yang berbau astral tersebut.
“Sri, jiwa kita sebenarnya bisa melakukan perjalanan sendiri ke tempat lain, terpisah dari tubuh kita,”Ujar Tria saat itu.
What?” Aku yang tak terlalu paham hanya terkejut mendengarnya.
“ Betul. Jiwa kita bisa berkelana Sri dan ini bukan mimpi lho,karena jiwa kita benar-benar pergi atau berada di tempat lain dan bisa melakukan suatu aktivitas di sana,”Lanjutnya.
Aku semakin bingung namun tetap penasaran ingin mendengar penjelasannya.
“Jadi, selama ini kita hanya melakukan perjalanan antar dimensi dari masa kecil hingga sekarang ini. Perjalanan ini akan terus berputar dalam satu siklus,”Ujar Sri.
“Kalau…hantu?”
“Hmm…hantu itu macam-macam lho,makhluk Jin misalnya,ia punya badan Jasmani dan badan Astral juga seperti kita pada dimensi kehidupannya dan antara dimensi kita dengan dimensi Jin, ada tabir gaib pemisah dimensi. Nah,untuk melewati tabir ini diperlukan keahlian khusus,”
“Ah….kamu mengerti tidak semua yang kukatakan tadi?” Tria tersenyum lebar melihat ekspresiku yang mungkin terlihat seperti orang bingung.Aku hanya mengangkat bahu.
“Huh…dasar!” Tria meninju pelan bahuku dan akhirnya kamipun sama-sama tertawa.
***
Bulik ngapain disini ?” * Tak sadar ternyata Alex telah berada tepat di hadapanku.
“Kok Bulik kayak orang bengong sih?”
“Ah nggak,Lex…hmmm….tapi Bulik penasaran.Tadi Bulik lihat kamu sedang bercakap-cakap tapi Bulik nggak melihat siapapun di dekatmu,”
“Oohhh itu tadii…” Alex kembali terkekeh.
“Kok ketawa Lex?Memangnya tadi kamu latihan drama ya?”
“Bukan,tadi itu aku sedang ngobrol dengan Krucil,”
“Krucil?Siapa dia?Mana?”
“Ia temanku yang kadang-kadang suka datang nengok,wujudnya sih seperti anak kecil gitu,aku memberinya nama Krucil,”
Whaaatt??”
“Sabar Bulik,Krucil tidak berbahaya kok,lagian hanya aku yang bisa melihatnya kan,Bulik tak usah khawatir,” “Hmmm…Bulik,itu di belakang Bulik malah ada serombongan binatang aneh,” Ujar Alex sambil menunjuk ke belakangku.
“Bentuknya seperti kelinci tapi bertanduk dan bermata tiga,Bulik,”
*Bulik = Tante (Bahasa Jawa)

Sepatu Barbie Untuk Ani

“Bu,aku ingin sepatu,Buuu…”
“Sepatu?”
“Iya Bu,aku ingin punya sepatu,”
“Sepatu seperti apa itu nak?”
“Warnanya pink dan ada gambar Barbienya,”
“Barbie?”
“Iya Bu, boneka cantik yang gambarnya aku tunjukkan Ibu kemarin,”
“Ohhh….nanti akan Ibu carikan,nak…kamu mau bersabar kan?”
***
“Aniiiii….sini naaakkk….lihat! Ibu dapat sepatu Barbie!”
“Iya Bu! Betul! Ini sepatu Barbie yang kumau Bu!Tapi….ma…mana yang sebelah lagi Bu??”
“Sabar ya nak,nanti Ibu carikan lagi…sementara,simpanlah dulu yang sebelah kiri ini,”
Kulihat Ani mengelus-elus sepatu Barbienya yang (baru) sebelah.Matahari tepat berada di atasku,kulanjutkan pencarianku mengais di Tempat Pembuangan Sampah Bantar Gebang.
(Kompasiana,11 Agustus 2011)

MBAH BOLANG

Matahari mulai meredup saat aku dan Dicto,anak bungsuku meninggalkan candi yang lokasinya tak jauh dari rumah kami.Aku dan Dicto yang baru duduk di kelas 2 SMP sama-sama menggemari fotografi dan kami habiskan waktu dengan hunting foto di candi yang terkenal eksotis itu.Dalam perjalanan menuju rumah yang kami tempuh dengan berjalan kaki itu tiba-tiba Dicto bertanya padaku.
“Ibu,kenapa ia mengikutiku?”
“Siapa,Dict?” Aku menoleh ke segala penjuru dan tak kulihat siapapun.
“Dia,Bu,ada di belakang kita,”
Akupun menoleh ke belakang.Angin berdesir dan menyentuh tengkukku namun lagi-lagi tak kutemukan siapapun.Bulu kudukku berdiri.
“Ma..mana Dict?”
“Ah,sudahlah,Bu,” Dicto memberi isyarat tak ingin melanjutkan percakapan.Dalam perjalanan pulang kami hanya berdiam diri.Sesampai di rumah kami bergegas masuk ke dalam dan kemudian melakukan aktivitas masing-masing.

Diliputi rasa penasaran yang tak kunjung hilang akhirnya aku menemui Dicto yang telah terlihat santai di kamarnya seusai makan malam.
“Dic,sebenarnya apa yang terjadi saat perjalanan pulang dari candi tadi?”
“Oh..itu Bu,”
“Siapa yang mengikuti kita?”
“Macan putih itu Bu.Seekor macan putih mengikuti kita sampai di rumah,”
Bulu kudukku kembali berdiri.Suaraku mulai bergetar.
“Be…benar katamu Dict?Kamu tidak sedang berhalusinasi,kan?”
“Tentu tidak Bu,makanya tadi aku bertanya kepada Ibu,”
“Lalu…sekarang di mana macan putih itu?” Lirih aku bertanya seolah tak ingin terdengar siapapun.
“Tenang Bu,ia takkan mengganggu.Tadi ia berkata ingin menjagaku.Sekarang ia berada di atas genteng,Bu,”Ujar Dicto enteng sambil terus membaca buku yang sedang dipegangnya.
“Oya Bu,aku telah menamainya dengan Mbah Bolang dan aku biarkan ia berada di luar rumah saja ya,biar tidak merepotkan.Toh jika dekat-dekat akan lebih sering menggangguku beraktivitas terutama saat aku harus berdoa dan berkomunikasi dengan Gusti Allah,”
Aku hanya bisa tercengang. Kuterdiam dengan kata-kata yang hanya berlarian ke sana kemari dalam kepalaku.Kemudian membeku.

(Kompasiana,7 Juli 2011)

Friday, August 5, 2011

Miss Sepatu

 CERITA PENDEKKU YANG MENJADI HEADLINES (Fiksi) DI KOMPASIANA tanggal 30 Juli 2011
 http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/07/30/miss-sepatu/

 Mereka menyebutku Miss Sepatu.Bukan karena aku memiliki toko sepatu,tapi karena aku tergila-gila dengan barang yang menempel kaki itu.Mulai model Ballet flat,Mary Jane,Pumps,Wegdes,Stiletto hingga Boots semuanya kupunya,dari harga yang murah meriah hingga sekelas Guess atau bahkan Manolo Blahnik menghiasi kamar yang khusus ku isi dengan koleksi alas kaki tersebut.Sebutlah warna merah,kuning hingga keemasan semuanya lengkap kumiliki.Lemari sepatu yang terletak di kamar khusus sepatupun penuh terisi,beberapa diantaranya hanya kuletakkan dalam kotak sepatu yang menumpuk di seantero kamar.Kalau dihitung mungkin sudah ratusan jumlahnya.
“Janet,kenapa sih kamu suka sekali sepatu?” Mary,sahabatku suatu hari pernah bertanya padaku.
Akupun hanya mengangkat sedikit bahuku.”Hmmm…nggak tahulah,pokoknya aku suka sepatu,” Aku kesulitan untuk menjelaskan mengapa aku sangat suka,tepatnya menggilai sepatu-sepatu itu.Yang pasti setiap ke toko sepatu seolah-olah deretan alas kaki nan cantik itu menari-nari dan ingin mengikutiku.Jika sudah begitu rasanya tak tega untuk meninggalkan sepatu-sepatu tersebut tetap berada di rak toko.Paling tidak ada satu atau dua pasang yang kubawa pulang setelah merogoh kocek.Tagihan kartu kreditku lebih banyak tertera untuk sepatu,sepatu dan sepatu.
“Janet,sepatumu sudah terlalu banyak,Mama rasa sebentar lagi kamar sepatu itu sudah tidak muat lagi dengan koleksimu,bagaimana jika kau sumbangkan beberapa pasang yang sudah lama dan jarang kau pakai?” Tiba-tiba Mama mengingatkan soal koleksi sepatuku.Astaga! Iya juga sih.Setelah aku perhatikan lama-lama kamar sepatuku sudah penuh sesak karena tumpukan kotak sepatu dimana-mana.Tapi….disumbangkan??Terus yang mana yang harus kusumbangkan?Bagiku semua koleksi sepatu itu sangat berarti dan mempunyai nilai historis bagiku.Wegdes kembang-kembang misalnya,itu adalah hadiah dari Andy,mantan pacarku yang ketiga.Stiletto warna hitam yang sexy?Wow,itu kubeli dengan uang hasil keringatku sendiri untuk pertama kalinya. Sepatu flatku? Yang warna biru adalah hadiah dari Mary,sedang yang warna merah pemberian Rio,pacar keduaku,yang kuning dari Terry,temanku semasa SMA.
“Bagaimana dengan yang merk Charles & Keith ini Janet?” Suara Mama terdengar lembut.
“Oh,tidak Ma….itu hadiah ulangtahun ke 24 dari Papa,kan?”
“Yang warna abu-abu ini?Coklat?Hitam?”
No..no..ini bagus semua,Ma…” Kulihat Mama mengernyitkan keningnya.
“Lalu mana yang bisa disumbangkan?Kebetulan perkumpulan arisan Mama akan mengadakan bazzar barang-barang bekas yang hasilnya akan disumbangkan untuk Panti Asuhan Bhakti Utama,”
“Aduuhh…sebentar Ma,aku bingung untuk memutuskan,semuanya masih bagus-bagus,” Akhirnya Mama hanya menggelengkan kepala dan berlalu dari hadapanku.Kuelus-elus koleksi sepatuku.Disumbangkan??Huh,sayang banget!Nanti dulu deh!
“Janeett!!! Banguuunnn….!!Banjiiirrrr….!!Cepat bantu naikkan barang berharga ke lantai dua!” Suara Mama terdengar keras hingga membangunkan tidur siangku di hari Minggu ini.
“Apaaaa???!!” Aku terperanjat dan segera loncat dari atas tempat tidurku.Sepatu-sepatuku!! Mereka ada di lantai bawah!!Akupun segera berlari ke arah kamar sepatu.Astaga! Kenapa juga banjir mendadak datang! Seumur-umur perumahan kami tak pernah terkena banjir.
“Non Janeeett….sepatunyaaaaa!” Suara Bik Inah mengaggetkanku.Kupalingkan wajah ke arah kamar sepatu,sebagian sepatuku sudah terendam,beberapa diantaranya mengapung dan seolah-olah berteriak minta tolong.
“Janeeettt….bantu bik Inah menyelamatkan barang-barang penting dulu!” Mama kembali berteriak keras saat aku ingin menyelamatkan koleksi sepatuku.”Sepatumu nanti dulu!”
Air semakin naik dan naik hingga sebatas perutku.Tumpukan sepatuku sudah tak kelihatan,air merobohkan tumpukan itu hingga semua koleksiku tenggelam.Kamar sepatuku berubah.Mirip gelas yang berisi es bubble…dan bubble-bubble itu adalah sepatuku yang berwarna-warni.Pandanganku mulai kabur oleh air mata.Andai saja dari kemarin kusumbangkan beberapa diantaranya.Pasti akan bermanfaat bagi orang lain yang lebih membutuhkan.Namun kini??
“Sepatukuuuuuuuu……Huhuhuuuuuuuu……”

Wednesday, June 29, 2011

Senja untuk Rahma

Langit di atas Banda Neira nampak berwarna jingga.Sangat indah untuk senja yang kunikmati seorang diri.Semilir angin yang menerpa seluruh pori-pori membuatku merasa yakin inilah surgaku saat itu.Surga yang kutemukan sejak pertama kujejakkan kaki di pulau ini.Ajakan Hendy dan kawan-kawannya untuk menikmati pulau eksotik ini sangatlah sulit untuk kuhindari.Selain karena sejak dua tahun yang lalu aku memimpikan untuk dapat mengunjungi Banda,ijin cuti dari kantorpun telah kukantongi.Orangtua Hendy yang mempunyai fasilitas pesawat cassa dari bandara Pattimura Ambon membantu memperlancar perjalanan setelah penerbangan kami yang cukup jauh dari Jakarta.

Kususuri dermaga senja itu.Tanpa Hendy,Jon dan Danny yang sedang sibuk mengitari hotel dan melihat elang peliharaan Pak Deo,sang pemilik hotel tempat kami menginap.

Baru saja akan kuabadikan senja dengan kameraku tatkala kulihat sesosok perempuan muda berdiri di ujung dermaga.Kutebak usianya sekitar 25 tahun dengan wajah putih dan terlihat mulus,rambutnya hitam panjang terurai dan mengenakan gaun putih tanpa alas kaki.Agak aneh rasanya berdiri seorang diri sahaja di ujung dermaga dengan mengenakan gaun  panjang yang terus menerus melambai karena tertiup angin sore.Gadis itu terlihat sangat natural namun sedikit kuno untuk ukuran masa kini.
Aku masih menatapnya penuh kekaguman tatkala ia menoleh ke arahku dan akhirnya pandang mata kami beradu.Sejenak kuterperangah.Ia terlihat lebih cantik dengan senyum yang dilemparkannya kepadaku.Benarkah ia tersenyum padaku?Kutoleh kanan dan kiri,tak kulihat seorangpun di dekatku.Aha! pastilah benar senyum itu ia arahkan padaku.Kubalas senyumnya dengan sedikit menganggukkan kepala.Seperti ada daya magnet yang sangat kuat yang membuat langkahku akhirnya menuju ke arahnya.
"Sendiri?" Bodohnya pertanyaanku!Tentu saja ia sendiri seperti yang kulihat.
"Ya.kamu?" Ya Tuhan...gadis ini memiliki suara merdu yang rasanya baru pertama kali kudengar sepanjang hidupku.
"Emmm...iya,sebetulnya aku datang ke Banda bersama teman-temanku,tapi mereka masih berada di hotel.Kamu sendiri?"

" Aku tinggal di sini,"
" Di sini?Di Banda?" Gadis itu mengangguk.
Surprise!Ternyata di Banda aku menemukan gadis secantik dia.Wow,aku harus mengenalnya!Setidaknya gadis ini bisa kujadikan teman yang mungkin saja bisa memberikan info yang lebih banyak tentang pulau Banda.Lagipula aku ingin mematahkan anggapan Rita mantan kekasihku,bahwa aku takkan menemui perempuan yang lebih cantik darinya.Rita sendiri memutuskan cinta kami dua minggu sebelum keberangkatanku ke Banda.Di antara kami memang sudah tak ada kecocokan lagi.Berulang kali kami putus nyambung karena hal-hal kecil yang seringkali diributkan oleh Rita.Terakhir kali bertemu ia malah meributkan soal waktuku yang akhir-akhir ini kurang untuknya karena pekerjaanku yang sangat menyita waktu.Rita marah besar dan setengah menyumpahi ia berkata," Nick,jika kamu terus-terusan begini mana ada perempuan yang mau kamu jadikan pacar?Lagipula,di mana kamu akan temukan perempuan yang lebih cantik dariku?" Aku yang sedang emosi akhirnya menjadi geli mendengar perkataan Rita pada waktu itu.Ah,sudahlah.Kuanggap itu sudah berlalu.Di hadapanku kini ada seorang gadis cantik yang lebih menyita perhatianku dibanding mengingat-ingat Rita.

"Aku Nicko," Kuulurkan tangan ke arah gadis itu.Telapak tangannya terasa lembut menyentuh telapak tanganku.
"Rahma,"
"Nama yang bagus," Rahma kembali tersenyum.
"Di mana kamu tinggal?"
"Di sana," Ia menunjuk jauh ke arah Timur kami.
"Oya,Nick,kamu berencana kemana saja selama di pulau ini?" Rahma bertanya dengan suara merdunya.Oh Tuhan,aku semakin jatuh cinta pada suaranya,selain pada wajah cantiknya tentu saja.

"Aku sendiri belum tahu,Pak Deo,pemilik hotel yang akan mengatur itinerary kami.Apa kamu bisa menunjukkan tempat mana saja yang bagus di sini?" Kulihat Rahma kembali melemparkan senyumnya.
"Sunset akan luar biasa indahnya bila dinikmati dari benteng Belgica," Tiba-tiba saja dengan mata berbinar ia berkata.
"Benteng Belgica?Bisakah kamu mengantarkanku ke sana?" Ia mengangguk kecil masih dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Kita naik sepeda?"Aku menawarkan Rahma untuk membonceng sepeda yang kusewa dari hotel dan kuletakkan di pinggir dermaga.
Kukayuh sepeda dengan cepat seolah tak ingin kehilangan momen di benteng Belgica saat sunset.Sepanjang jalan kami mengobrol sambil sesekali ia lontarkan canda dan tertawa.Rupanya Rahma tak hanya ramah,ia juga bisa bercanda.Setelah beberapa menit Rahma yang bertindak sebagai penunjuk jalan akhirnya menyentuh pundakku."Kita stop di sini,"
Wow,inikah benteng Belgica?Benteng yang masih berdiri megah ini nampak berkharisma dan seolah memiliki misterinya tersendiri.Benar apa kata Rahma,dari atas benteng itu bisa kusaksikan sunset yang sangatlah indah.
Gunung vulkanik di seberang pulaupun terlihat dari sini.Aku mulai beraksi dengan kameraku.Sesekali kuambil secara diam-diam gambar Rahma yang sedang memandang ke arah yang lain.Rambutnya yang hitam terurai serta gaunnya yang panjang tertiup angin sangatlah sulit untuk tidak kuabadikan.
"Nick,banyak tempat menarik di pulau ini yang harus kau datangi,"
"Hmmm...bisakah kau ikut dengan kami besok berkeliling?"
 "Kita lihat saja nanti Nick,namun jika aku tak dapat bergabung dengan kalian,kamu bisa usulkan beberapa tempat bagus kepada Pak Deo,salah satu yang harus kamu datangi adalah belakang gunung api untuk snorkeling.Soft coralnya sangatlah cantik dan coral-coral di sana terbentuk dari sisa  lava gunung merapi yang meletus pada tahun 1988,"
"Oya?Terus mana lagi,Rahma?" Akupun mulai mendengarkannya dengan antusias.
"Kamu juga bisa datangi pulau Ai,dan dalam perjalanan ke sana jika beruntung akan kamu temui lumba-lumba yang berenang dengan bebas.Pulau Hatta,pulau Nailaka,pulau Lontar,ahhh banyak sekali tempat indah di sekitar Banda," Nampak binar-binar di matanya saat menceritakan beberapa tempat menarik di kepulauan Banda,mungkin sama berbinarnya dengan mataku yang terpukau oleh kecantikan Rahma.
"Jangan lupakan pula  Rumah pengasingan Bung Hatta,benteng Nassau,Istana Mini,Tugu kemerdekaan dan gereja tua," Aku semakin bersemangat mendengarkan informasi yang penting ini dari Rahma.
"Terus..." 
"Maaf Nick,sudah malam,aku harus kembali..."Tiba-tiba saja Rahma seperti diburu oleh sesuatu sesaat sebelum ujung hidungku menyentuh rambut wanginya yang diterbangkan angin.Kulihat pipinya merona tatkala wajah kami kemudian hanya tinggal berjarak sejengkal saja satu sama lain.Belum sempat kami lanjutkan percakapan dan masih banyak pertanyaanku tentang Banda juga kekagumanku akan kecantikannya namun Rahma setengah berlari kecil meninggalkanku.Gaunnya yang melambai tertiup angin seolah mengucapkan salam perpisahan yang sangat mendadak ini.Akupun tak kuasa mencegah."Akankah kita bertemu lagi?"Setengah berteriak aku bertanya.Kulihat dari kejauhan Rahma hanya melambaikan tangannya.


Baru pukul setengah delapan malam,namun hotel kecil yang kuinapi terlihat sepi.Kulihat Hendy,Jon,Danny dan Pak Deo sedang duduk-duduk di beranda saat aku baru saja tiba dan menyandarkan sepeda di dekat pagar.
"Hei Nick...kemana saja kamu?Kami mencarimu sesore ini," Suara Hendy terdengar begitu kuatir.Ah,aku kan bukan anak kecil lagi yang harus dicari-cari.
"Kami sedang membicarakan jadwal perjalanan kalian besok," Pak Deopun bersuara. "Beberapa tempat yang dapat kalian kunjungi antara lain..."
"Benteng Belgica,pulau Ai,Pulau Hatta,Istana Mini...."Kupotong kalimat Pak Deo dengan bangganya. Ya,aku pasti satu-satunya di antara kawan-kawanku yang telah mengetahui tujuan perjalanan kami esok.
"Bagaimana kamu bisa tahu semuanya,Nick?" Setengah melongo Jon berkata.
"Tentu saja,aku telah mendapatkan informasi dari seorang gadis cantik yang tadi mengantarkanku ke benteng Belgica,namanya Rahma.Kalian pasti tak percaya...rasanya aku telah jatuh cinta lagi!"
Kulihat ketiga temanku tertawa kecil.
"Yakin,Nick?"
"Ah,kalian..."

"Kita lihat saja.Kalau Rahma yang kau ceritakan itu esok muncul lagi kami baru akan percaya," Danny berkata seolah mengejekku.

"Oke,"Akupun hanya membalas tantangannya dengan senyum.Malam itu aku terus memikirkan dan mengingat semua yang ada didiri Rahma.Benarkah aku jatuh cinta?Inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?

***
Sehari.Dua hari.Tiga hari telah kami lewatkan dengan mengitari pulau Banda dan sekitarnya.Rasanya hampir semua tempat telah kami kunjungi.Semua tempat yang pernah Rahma ceritakan juga padaku.Keelokan alam seperti yang pernah digambarkannya membuatku jatuh cinta pada pulau ini.Namun sayang sampai pada waktunya kami berempat harus meninggalkan pulau Banda yang menakjubkan ini,tak pernah lagi kutemui sosok cantik Rahma yang pernah kukenal.Akhh...dimana dia?Gadis tercantik yang pernah kutemui di pulau Banda dan meninggalkan sekeping rasa di dada ini.Haruskah kumencarinya kembali??
"Nick,ayo berangkat,"Suara Hendy mengingatkanku untuk segera meninggalkan hotel dan menuju bandara kecil di pulau ini.
"Rahma?" Seolah tahu yang kupikirkan Hendy bertanya.
"Come on,Nick.Waktu kita terbatas.Ijin dari kantormu tak bisa diperpanjang,kan?" 
Aku hanya mengangguk.Anggukan seorang lelaki yang rasanya baru saja patah hati.
"Hen, bisakah kita kembali kesini suatu saat nanti?" 
"Tentu saja,kenapa tidak?"
Ya,aku ingin kembali ke Banda Neira.Pulau yang telah memendarkan sejuta pesonanya padaku.Juga cahaya kecantikan seorang gadis yang kelak pasti akan kutemukan kembali disini.Rahma.Aku ingin mempersembahkan sebuah senja padanya,senja yang akan membalas senja yang indah yang pernah ia berikan untukku di benteng Belgica.Rahma,tunggu aku kembali!

Tuesday, June 28, 2011

Cinta Dalam Sepotong Pratha

Killiney Road sore ini tak begitu ramai.Kulangkahkan kaki menuju kedai makan India yang tak begitu jauh jaraknya dari apartemen tempat dimana aku tinggal jika sedang berada di Singapore.Kedai yang terletak di ujung jalan ini adalah kedai langgananku.Selain makanannya enak,harganyapun murah.
Pratha ?” Pemilik kedai  yang selalu ramah itu menawarkan roti ala Indianya.Rupanya ia sudah hapal dengan seleraku.Roti Pratha  atau Paratha dengan kuah kari.
“Sendiri?” Lagi-lagi pemilik kedai itu menanyaiku. “Where’s your husband?”
What?Husband?Aku hanya mengangkat bahu.Bukan tak ingin menjawab,namun pertanyaan itu hanya mengingatkanku pada lelaki yang disebut-sebut pemilik kedai itu sebagai suamiku.Bukan,ia bukanlah suamiku,ia adalah Mas Akbar, demikian aku memanggilnya.Ia adalah kekasihku atau lebih tepatnya kini adalah mantan kekasih.Pemilik kedai itu tentu hapal benar dengan kami.Aku dan Mas  Akbar sama-sama menggemari roti Pratha buatannya yang sering  kami cicipi jika sedang berada di Singapore.
Aku mengenal  Mas Akbar kurang lebih sudah setahun. Kami bertemu di pesta pernikahan Ira,keponakannya yang juga adalah teman baikku di Bandung.Jarak usia kami lumayan cukup jauh,15 tahun. Aku 30 tahun,masih lajang sedang Mas Akbar 45 tahun dan sudah berkeluarga.Betul,ia adalah lelaki yang telah beristri dan dikaruniai dua orang anak,karena itulah kami berdua selama ini menjalani  hubungan yang tak semestinya.Hubungan yang harus kami sembunyikan dari siapapun yang kukenal,termasuk kedua orangtuaku.Aku sendiri tak mengerti mengapa aku jatuh cinta padanya.Semuanya mengalir begitu saja.
Aku dan Mas Akbar lebih sering bertemu di Singapore,selain karena lebih aman dan jauh dari pengamatan orang disekitar kami,kebetulan juga ia lebih banyak  berada di negara ikan berkepala singa ini karena tugas dari kantornya.Aku sendiri sering bolak-balik Bandung-Singapore karena urusan belanja untuk mengisi butik kecilku.

“Rena,aku sudah di Singapore.Lekaslah ke hotelku,” Mas Akbar menghubungiku lewat telepon kira-kira setahun yang lalu.Aku yang sedang dimabuk kepayang padanya tentu tak melewatkan kesempatan itu.
Aku menyusul Mas Akbar.Kami bertemu dan memadu kasih.Sekali,dua kali,sepuluh kali  dan tak terasa hingga ratusan kali kami berjumpa dan lebih sering dalam situasi seperti itu.Kucing-kucingan dengan siapapun yang mengenal kami dan kamar hotel yang menjadi saksi.Kami tak bisa menjalani hubungan ini dengan leluasa.Aku tak bisa setiap saat dengan bebas mengajaknya keluar dari kamar hotel untuk sekedar menghabiskan malam berdua,misalnya.Candle light dinner di restoran terkemuka?Mas Akbar akan menghindari tempat-tempat ternama,"Jangan di resto Ren,bagaimana jika ada yang melihat kita?" Karena itulah hanya beberapa tempat terbatas saja yang bisa kami datangi,termasuk kedai makan India di Jalan Killiney.Herannya aku terus menjalaninya.Menjalani hubungan yang kutahu sangat tak menyenangkan ini.Mata hatiku telah dibutakan oleh Mas Akbar.Tak terpikirkan bagaimana perasaan istri dan anak-anaknya bila melihat hubungan kami,atau bagaimana juga dengan perasaan kedua orangtuaku yang selalu mengajarkan hal-hal yang baik sedari ku kecil.

Semuanya terasa begitu indah sampai tiga minggu yang lalu saat kuketahui bahwa diriku telah terlambat bulan.Antara rasa senang namun juga cemas aku berusaha mencari cara untuk menyampaikan hal tersebut kepada Mas Akbar,satu-satunya pria yang ada dalam hidupku dan telah menanamkan benih cintanya kepadaku.Suaraku hampir tak dapat keluar saat itu namun dengan kekuatan yang ada aku harus katakan juga.
“Mas…aku hamil,” Nyaris kutak berani menatap matanya.Kulihat Mas Akbar sangat terperanjat namun tak langsung berkata-kata.Kurang lebih lima menit waktu yang kubutuhkan untuk mengetahui reaksinya.
“Gugurkan saja Ren,” Mataku hampir meloncat dan jantungku seolah berhenti berdetak begitu mendengar suara Mas Akbar yang datar itu.Apa??!!Menggugurkan buah cinta kami??!! What the f**k.Kutahan dengan sekuatnya air mata yang hampir jatuh dan degup di dada yang tak beraturan iramanya.Kutinggalkan kamar hotel tanpa kata-kata.

Kini tiga minggu sudah berlalu.Tak ada satupun kabar dari Mas Akbar.Tak ada telepon.Tak ada lagi pertemuan rahasia diantara kami. Puluhan kali kucoba menghubungi mas Akbar melalui telepon namun nada yang tersambung itu tak kunjung jua diangkatnya.Diantara rasa lelah kuputuskan untuk menjalani hidup berdua saja dengan jabang bayi yang kukandung meski akan banyak pertanyaan maupun cacian dan juga kekecewaan dari orangtua maupun kerabat.
More?” Tawaran pratha dari pemilik kedai menyentak lamunanku.
Yes,please,” Kuelus perutku dengan lembut kemudian kupandang roti Pratha yang tersaji diatas piring dihadapanku dengan tersenyum.Ya,hidup harus terus berjalan!