Wednesday, June 29, 2011

Senja untuk Rahma

Langit di atas Banda Neira nampak berwarna jingga.Sangat indah untuk senja yang kunikmati seorang diri.Semilir angin yang menerpa seluruh pori-pori membuatku merasa yakin inilah surgaku saat itu.Surga yang kutemukan sejak pertama kujejakkan kaki di pulau ini.Ajakan Hendy dan kawan-kawannya untuk menikmati pulau eksotik ini sangatlah sulit untuk kuhindari.Selain karena sejak dua tahun yang lalu aku memimpikan untuk dapat mengunjungi Banda,ijin cuti dari kantorpun telah kukantongi.Orangtua Hendy yang mempunyai fasilitas pesawat cassa dari bandara Pattimura Ambon membantu memperlancar perjalanan setelah penerbangan kami yang cukup jauh dari Jakarta.

Kususuri dermaga senja itu.Tanpa Hendy,Jon dan Danny yang sedang sibuk mengitari hotel dan melihat elang peliharaan Pak Deo,sang pemilik hotel tempat kami menginap.

Baru saja akan kuabadikan senja dengan kameraku tatkala kulihat sesosok perempuan muda berdiri di ujung dermaga.Kutebak usianya sekitar 25 tahun dengan wajah putih dan terlihat mulus,rambutnya hitam panjang terurai dan mengenakan gaun putih tanpa alas kaki.Agak aneh rasanya berdiri seorang diri sahaja di ujung dermaga dengan mengenakan gaun  panjang yang terus menerus melambai karena tertiup angin sore.Gadis itu terlihat sangat natural namun sedikit kuno untuk ukuran masa kini.
Aku masih menatapnya penuh kekaguman tatkala ia menoleh ke arahku dan akhirnya pandang mata kami beradu.Sejenak kuterperangah.Ia terlihat lebih cantik dengan senyum yang dilemparkannya kepadaku.Benarkah ia tersenyum padaku?Kutoleh kanan dan kiri,tak kulihat seorangpun di dekatku.Aha! pastilah benar senyum itu ia arahkan padaku.Kubalas senyumnya dengan sedikit menganggukkan kepala.Seperti ada daya magnet yang sangat kuat yang membuat langkahku akhirnya menuju ke arahnya.
"Sendiri?" Bodohnya pertanyaanku!Tentu saja ia sendiri seperti yang kulihat.
"Ya.kamu?" Ya Tuhan...gadis ini memiliki suara merdu yang rasanya baru pertama kali kudengar sepanjang hidupku.
"Emmm...iya,sebetulnya aku datang ke Banda bersama teman-temanku,tapi mereka masih berada di hotel.Kamu sendiri?"

" Aku tinggal di sini,"
" Di sini?Di Banda?" Gadis itu mengangguk.
Surprise!Ternyata di Banda aku menemukan gadis secantik dia.Wow,aku harus mengenalnya!Setidaknya gadis ini bisa kujadikan teman yang mungkin saja bisa memberikan info yang lebih banyak tentang pulau Banda.Lagipula aku ingin mematahkan anggapan Rita mantan kekasihku,bahwa aku takkan menemui perempuan yang lebih cantik darinya.Rita sendiri memutuskan cinta kami dua minggu sebelum keberangkatanku ke Banda.Di antara kami memang sudah tak ada kecocokan lagi.Berulang kali kami putus nyambung karena hal-hal kecil yang seringkali diributkan oleh Rita.Terakhir kali bertemu ia malah meributkan soal waktuku yang akhir-akhir ini kurang untuknya karena pekerjaanku yang sangat menyita waktu.Rita marah besar dan setengah menyumpahi ia berkata," Nick,jika kamu terus-terusan begini mana ada perempuan yang mau kamu jadikan pacar?Lagipula,di mana kamu akan temukan perempuan yang lebih cantik dariku?" Aku yang sedang emosi akhirnya menjadi geli mendengar perkataan Rita pada waktu itu.Ah,sudahlah.Kuanggap itu sudah berlalu.Di hadapanku kini ada seorang gadis cantik yang lebih menyita perhatianku dibanding mengingat-ingat Rita.

"Aku Nicko," Kuulurkan tangan ke arah gadis itu.Telapak tangannya terasa lembut menyentuh telapak tanganku.
"Rahma,"
"Nama yang bagus," Rahma kembali tersenyum.
"Di mana kamu tinggal?"
"Di sana," Ia menunjuk jauh ke arah Timur kami.
"Oya,Nick,kamu berencana kemana saja selama di pulau ini?" Rahma bertanya dengan suara merdunya.Oh Tuhan,aku semakin jatuh cinta pada suaranya,selain pada wajah cantiknya tentu saja.

"Aku sendiri belum tahu,Pak Deo,pemilik hotel yang akan mengatur itinerary kami.Apa kamu bisa menunjukkan tempat mana saja yang bagus di sini?" Kulihat Rahma kembali melemparkan senyumnya.
"Sunset akan luar biasa indahnya bila dinikmati dari benteng Belgica," Tiba-tiba saja dengan mata berbinar ia berkata.
"Benteng Belgica?Bisakah kamu mengantarkanku ke sana?" Ia mengangguk kecil masih dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Kita naik sepeda?"Aku menawarkan Rahma untuk membonceng sepeda yang kusewa dari hotel dan kuletakkan di pinggir dermaga.
Kukayuh sepeda dengan cepat seolah tak ingin kehilangan momen di benteng Belgica saat sunset.Sepanjang jalan kami mengobrol sambil sesekali ia lontarkan canda dan tertawa.Rupanya Rahma tak hanya ramah,ia juga bisa bercanda.Setelah beberapa menit Rahma yang bertindak sebagai penunjuk jalan akhirnya menyentuh pundakku."Kita stop di sini,"
Wow,inikah benteng Belgica?Benteng yang masih berdiri megah ini nampak berkharisma dan seolah memiliki misterinya tersendiri.Benar apa kata Rahma,dari atas benteng itu bisa kusaksikan sunset yang sangatlah indah.
Gunung vulkanik di seberang pulaupun terlihat dari sini.Aku mulai beraksi dengan kameraku.Sesekali kuambil secara diam-diam gambar Rahma yang sedang memandang ke arah yang lain.Rambutnya yang hitam terurai serta gaunnya yang panjang tertiup angin sangatlah sulit untuk tidak kuabadikan.
"Nick,banyak tempat menarik di pulau ini yang harus kau datangi,"
"Hmmm...bisakah kau ikut dengan kami besok berkeliling?"
 "Kita lihat saja nanti Nick,namun jika aku tak dapat bergabung dengan kalian,kamu bisa usulkan beberapa tempat bagus kepada Pak Deo,salah satu yang harus kamu datangi adalah belakang gunung api untuk snorkeling.Soft coralnya sangatlah cantik dan coral-coral di sana terbentuk dari sisa  lava gunung merapi yang meletus pada tahun 1988,"
"Oya?Terus mana lagi,Rahma?" Akupun mulai mendengarkannya dengan antusias.
"Kamu juga bisa datangi pulau Ai,dan dalam perjalanan ke sana jika beruntung akan kamu temui lumba-lumba yang berenang dengan bebas.Pulau Hatta,pulau Nailaka,pulau Lontar,ahhh banyak sekali tempat indah di sekitar Banda," Nampak binar-binar di matanya saat menceritakan beberapa tempat menarik di kepulauan Banda,mungkin sama berbinarnya dengan mataku yang terpukau oleh kecantikan Rahma.
"Jangan lupakan pula  Rumah pengasingan Bung Hatta,benteng Nassau,Istana Mini,Tugu kemerdekaan dan gereja tua," Aku semakin bersemangat mendengarkan informasi yang penting ini dari Rahma.
"Terus..." 
"Maaf Nick,sudah malam,aku harus kembali..."Tiba-tiba saja Rahma seperti diburu oleh sesuatu sesaat sebelum ujung hidungku menyentuh rambut wanginya yang diterbangkan angin.Kulihat pipinya merona tatkala wajah kami kemudian hanya tinggal berjarak sejengkal saja satu sama lain.Belum sempat kami lanjutkan percakapan dan masih banyak pertanyaanku tentang Banda juga kekagumanku akan kecantikannya namun Rahma setengah berlari kecil meninggalkanku.Gaunnya yang melambai tertiup angin seolah mengucapkan salam perpisahan yang sangat mendadak ini.Akupun tak kuasa mencegah."Akankah kita bertemu lagi?"Setengah berteriak aku bertanya.Kulihat dari kejauhan Rahma hanya melambaikan tangannya.


Baru pukul setengah delapan malam,namun hotel kecil yang kuinapi terlihat sepi.Kulihat Hendy,Jon,Danny dan Pak Deo sedang duduk-duduk di beranda saat aku baru saja tiba dan menyandarkan sepeda di dekat pagar.
"Hei Nick...kemana saja kamu?Kami mencarimu sesore ini," Suara Hendy terdengar begitu kuatir.Ah,aku kan bukan anak kecil lagi yang harus dicari-cari.
"Kami sedang membicarakan jadwal perjalanan kalian besok," Pak Deopun bersuara. "Beberapa tempat yang dapat kalian kunjungi antara lain..."
"Benteng Belgica,pulau Ai,Pulau Hatta,Istana Mini...."Kupotong kalimat Pak Deo dengan bangganya. Ya,aku pasti satu-satunya di antara kawan-kawanku yang telah mengetahui tujuan perjalanan kami esok.
"Bagaimana kamu bisa tahu semuanya,Nick?" Setengah melongo Jon berkata.
"Tentu saja,aku telah mendapatkan informasi dari seorang gadis cantik yang tadi mengantarkanku ke benteng Belgica,namanya Rahma.Kalian pasti tak percaya...rasanya aku telah jatuh cinta lagi!"
Kulihat ketiga temanku tertawa kecil.
"Yakin,Nick?"
"Ah,kalian..."

"Kita lihat saja.Kalau Rahma yang kau ceritakan itu esok muncul lagi kami baru akan percaya," Danny berkata seolah mengejekku.

"Oke,"Akupun hanya membalas tantangannya dengan senyum.Malam itu aku terus memikirkan dan mengingat semua yang ada didiri Rahma.Benarkah aku jatuh cinta?Inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?

***
Sehari.Dua hari.Tiga hari telah kami lewatkan dengan mengitari pulau Banda dan sekitarnya.Rasanya hampir semua tempat telah kami kunjungi.Semua tempat yang pernah Rahma ceritakan juga padaku.Keelokan alam seperti yang pernah digambarkannya membuatku jatuh cinta pada pulau ini.Namun sayang sampai pada waktunya kami berempat harus meninggalkan pulau Banda yang menakjubkan ini,tak pernah lagi kutemui sosok cantik Rahma yang pernah kukenal.Akhh...dimana dia?Gadis tercantik yang pernah kutemui di pulau Banda dan meninggalkan sekeping rasa di dada ini.Haruskah kumencarinya kembali??
"Nick,ayo berangkat,"Suara Hendy mengingatkanku untuk segera meninggalkan hotel dan menuju bandara kecil di pulau ini.
"Rahma?" Seolah tahu yang kupikirkan Hendy bertanya.
"Come on,Nick.Waktu kita terbatas.Ijin dari kantormu tak bisa diperpanjang,kan?" 
Aku hanya mengangguk.Anggukan seorang lelaki yang rasanya baru saja patah hati.
"Hen, bisakah kita kembali kesini suatu saat nanti?" 
"Tentu saja,kenapa tidak?"
Ya,aku ingin kembali ke Banda Neira.Pulau yang telah memendarkan sejuta pesonanya padaku.Juga cahaya kecantikan seorang gadis yang kelak pasti akan kutemukan kembali disini.Rahma.Aku ingin mempersembahkan sebuah senja padanya,senja yang akan membalas senja yang indah yang pernah ia berikan untukku di benteng Belgica.Rahma,tunggu aku kembali!

Tuesday, June 28, 2011

Cinta Dalam Sepotong Pratha

Killiney Road sore ini tak begitu ramai.Kulangkahkan kaki menuju kedai makan India yang tak begitu jauh jaraknya dari apartemen tempat dimana aku tinggal jika sedang berada di Singapore.Kedai yang terletak di ujung jalan ini adalah kedai langgananku.Selain makanannya enak,harganyapun murah.
Pratha ?” Pemilik kedai  yang selalu ramah itu menawarkan roti ala Indianya.Rupanya ia sudah hapal dengan seleraku.Roti Pratha  atau Paratha dengan kuah kari.
“Sendiri?” Lagi-lagi pemilik kedai itu menanyaiku. “Where’s your husband?”
What?Husband?Aku hanya mengangkat bahu.Bukan tak ingin menjawab,namun pertanyaan itu hanya mengingatkanku pada lelaki yang disebut-sebut pemilik kedai itu sebagai suamiku.Bukan,ia bukanlah suamiku,ia adalah Mas Akbar, demikian aku memanggilnya.Ia adalah kekasihku atau lebih tepatnya kini adalah mantan kekasih.Pemilik kedai itu tentu hapal benar dengan kami.Aku dan Mas  Akbar sama-sama menggemari roti Pratha buatannya yang sering  kami cicipi jika sedang berada di Singapore.
Aku mengenal  Mas Akbar kurang lebih sudah setahun. Kami bertemu di pesta pernikahan Ira,keponakannya yang juga adalah teman baikku di Bandung.Jarak usia kami lumayan cukup jauh,15 tahun. Aku 30 tahun,masih lajang sedang Mas Akbar 45 tahun dan sudah berkeluarga.Betul,ia adalah lelaki yang telah beristri dan dikaruniai dua orang anak,karena itulah kami berdua selama ini menjalani  hubungan yang tak semestinya.Hubungan yang harus kami sembunyikan dari siapapun yang kukenal,termasuk kedua orangtuaku.Aku sendiri tak mengerti mengapa aku jatuh cinta padanya.Semuanya mengalir begitu saja.
Aku dan Mas Akbar lebih sering bertemu di Singapore,selain karena lebih aman dan jauh dari pengamatan orang disekitar kami,kebetulan juga ia lebih banyak  berada di negara ikan berkepala singa ini karena tugas dari kantornya.Aku sendiri sering bolak-balik Bandung-Singapore karena urusan belanja untuk mengisi butik kecilku.

“Rena,aku sudah di Singapore.Lekaslah ke hotelku,” Mas Akbar menghubungiku lewat telepon kira-kira setahun yang lalu.Aku yang sedang dimabuk kepayang padanya tentu tak melewatkan kesempatan itu.
Aku menyusul Mas Akbar.Kami bertemu dan memadu kasih.Sekali,dua kali,sepuluh kali  dan tak terasa hingga ratusan kali kami berjumpa dan lebih sering dalam situasi seperti itu.Kucing-kucingan dengan siapapun yang mengenal kami dan kamar hotel yang menjadi saksi.Kami tak bisa menjalani hubungan ini dengan leluasa.Aku tak bisa setiap saat dengan bebas mengajaknya keluar dari kamar hotel untuk sekedar menghabiskan malam berdua,misalnya.Candle light dinner di restoran terkemuka?Mas Akbar akan menghindari tempat-tempat ternama,"Jangan di resto Ren,bagaimana jika ada yang melihat kita?" Karena itulah hanya beberapa tempat terbatas saja yang bisa kami datangi,termasuk kedai makan India di Jalan Killiney.Herannya aku terus menjalaninya.Menjalani hubungan yang kutahu sangat tak menyenangkan ini.Mata hatiku telah dibutakan oleh Mas Akbar.Tak terpikirkan bagaimana perasaan istri dan anak-anaknya bila melihat hubungan kami,atau bagaimana juga dengan perasaan kedua orangtuaku yang selalu mengajarkan hal-hal yang baik sedari ku kecil.

Semuanya terasa begitu indah sampai tiga minggu yang lalu saat kuketahui bahwa diriku telah terlambat bulan.Antara rasa senang namun juga cemas aku berusaha mencari cara untuk menyampaikan hal tersebut kepada Mas Akbar,satu-satunya pria yang ada dalam hidupku dan telah menanamkan benih cintanya kepadaku.Suaraku hampir tak dapat keluar saat itu namun dengan kekuatan yang ada aku harus katakan juga.
“Mas…aku hamil,” Nyaris kutak berani menatap matanya.Kulihat Mas Akbar sangat terperanjat namun tak langsung berkata-kata.Kurang lebih lima menit waktu yang kubutuhkan untuk mengetahui reaksinya.
“Gugurkan saja Ren,” Mataku hampir meloncat dan jantungku seolah berhenti berdetak begitu mendengar suara Mas Akbar yang datar itu.Apa??!!Menggugurkan buah cinta kami??!! What the f**k.Kutahan dengan sekuatnya air mata yang hampir jatuh dan degup di dada yang tak beraturan iramanya.Kutinggalkan kamar hotel tanpa kata-kata.

Kini tiga minggu sudah berlalu.Tak ada satupun kabar dari Mas Akbar.Tak ada telepon.Tak ada lagi pertemuan rahasia diantara kami. Puluhan kali kucoba menghubungi mas Akbar melalui telepon namun nada yang tersambung itu tak kunjung jua diangkatnya.Diantara rasa lelah kuputuskan untuk menjalani hidup berdua saja dengan jabang bayi yang kukandung meski akan banyak pertanyaan maupun cacian dan juga kekecewaan dari orangtua maupun kerabat.
More?” Tawaran pratha dari pemilik kedai menyentak lamunanku.
Yes,please,” Kuelus perutku dengan lembut kemudian kupandang roti Pratha yang tersaji diatas piring dihadapanku dengan tersenyum.Ya,hidup harus terus berjalan!

Suatu hari bersama Tea

"Hanya kamu yang mengerti aku," Tea membuka suara sambil memandangku.
Ah!Akhirnya ia berbicara juga setelah berjam-jam hanya terisak dan mengelap air matanya dengan berlembar-lembar tissue.
"Tommy memang brengsek!Ia sama sekali tak pedulikan perasaanku!"Aku hanya terdiam.

"Kamu tahu kan, bagimana aku sangat mencintainya?Setia padanya,patuh pada perintahnya,memenuhi kebutuhannya...sampai-sampai aku tak punya waktu untuk diriku sendiri..." Suara Tea mulai meninggi.

Aku tak tahu apakah aku harus berbicara atau tidak,yang pasti aku sangat tahu perasaan Tea.Perasaan seorang wanita yang dikhianati oleh suaminya.Tommy,suami Tea yang mengaku sangat mencintai Tea ternyata berselingkuh dengan Andrea,tetangga sebelah rumah.Andrea memang sexy,kulitnya putih mulus,rambutnya  panjang terurai ditambah senyuman yang selalu tersungging diwajah membuat  hati lelaki manapun yang melihat pasti akan runtuh dan tertarik kepadanya.Aku sendiri pernah memergoki mereka berdua bermain mata di depan rumah saat Tommy akan berangkat kerja.Andrea yang saat itu terlihat pula akan bepergian dengan mobilnya tampak melemparkan senyum penuh arti ke arah Tommy.Aku mulai curiga ada sesuatu diantara mereka.Kecurigaanku bertambah tatkala suatu hari Tea sedang belanja ke supermarket dan kupergoki Tommy buru-buru masuk ke rumah Andrea sambil menengok ke kanan dan kiri seperti takut ketahuan orang lain.Tommy tak pernah tahu bahwa aku mengintip segala tindak-tanduknya saat itu dan aku sendiri tak kuasa untuk menceritakan kejadian tersebut kepada Tea.


Hari ini,dua bulan sejak kejadian Tommy memasuki rumah Andrea dengan buru-buru itu kutemukan Tea sedang terisak di sudut kamar.Di sampingnya tergeletak salah satu ponsel Tommy yang tertinggal secara tak sengaja di rumah saat Tommy berangkat kerja.Tea menemukan bukti-bukti perselingkuhan Tommy dan Andrea.Jam-jam kencan mereka,restoran tempat mereka bertemu dan hotel mana saja tempat mereka memadu cinta terlarang itu.Sudah berjam-jam Tea tak beranjak dari sudut kamar.Aku yang menemaninya hanya terduduk di depan Tea.Aku benci dan geram dengan kelakuan Tommy.Ah,mengapa Tommy tak kunjung datang juga?Aku merasa hari ini waktu berjalan begitu lambat,tak sabar lagi rasanya ingin melihat Tommy lalu kucakar-cakar seluruh wajah serta tubuhnya!

"Aku sudah putuskan!" Tiba-tiba Tea beranjak dan kemudian mengambil sebuah koper besar yang terletak diatas lemari.Dimasukkannya baju dan beberapa barang miliknya ke dalam koper.Aku mulai bingung dengan tingkah Tea.Akan kemanakah ia? Lalu...bagaimana denganku?

Seperti tahu apa yang sedang kupikirkan iapun mengelusku dengan lembut kemudian menggendong dan menempelkanku di atas bahunya dengan perlahan dan berkata," Pus,kita pergi dari rumah ini ya?Kita pulang ke rumah orangtuaku,"

Monday, June 27, 2011

DENDAM

"Linda,maafkan aku...kita tak mungkin bisa bersama lagi," Arya berkata lirih.Suaranya hampir tenggelam diantara alunan musik di cafe Rossana malam itu.
 "Arya...." Aku tercekat dan tak mampu meneruskan kata-kataku.
"Merry,istriku,mulai mencurigai ada sesuatu diantara kita.Kemarin malam ia membuka ponselku dan menemukan smsmu..."
"Tapi...kita..." Belum selesai kalimat kuucapkan tiba-tiba Arya beranjak dari kursinya dan hanya menepuk kecil pundakku.Ia berlalu tanpa menyelesaikan percakapan kami.


Tubuhku bergetar hebat.Butiran air mulai menggenang dan akhirnya jatuh melewati kedua pipi.Tangan kananku mengepal diantara rasa geram dan kesedihan luar biasa.
"Bajingan!" Desis itu yang akhirnya keluar dari mulutku.
Ya.Setidaknya saat itu hanya Arya yang pantas kusebut lelaki bajingan.Pria beristri dan sekaligus ayah seorang anak yang pernah kucintai dengan seluruh jiwa itu akhirnya meninggalkanku begitu saja.Ia meninggalkanku dengan ribuan kata rayuan,sanjungan atau apapun itu namanya yang pernah ia berikan untukku,juga puluhan barang yang pernah dikirimnya dengan sederet kata cinta.Yang paling menyakitkan,ia meninggalkanku setelah menggauliku ratusan kali yang katanya adalah ungkapan cinta terindah darinya.Kini haruskah aku menyerah setelah kuserahkan segalanya pada Arya?? Tidak!! Rasanya aku tak rela.Seujung kukupun tidak.


***

Kupandang rumah bercat hijau itu lekat-lekat dari seberang jalan.Tenda dan ratusan kursi berjejer di halaman.Beberapa wanita berkerudung hitam dan lelaki berkopiah memasuki halaman rumah tersebut dengan wajah sedih.Beberapa diantaranya telah duduk tanpa mengeluarkan suara dideretan kursi di teras.Sayup-sayup dari dalam rumah terdengar alunan surat yassin yang dikumandangkan dan sebuah  tangisan yang sangat menyayat hati.Ya,itu suara tangis Merry,istri Arya yang sedang menangisi jenazah suaminya.Suami yang dicintainya selama ini mendadak terkapar di kamar mereka tadi pagi.Arya kejang-kejang,mulut,hidung dan telinganya mengeluarkan darah yang hitam mengental.Ia meninggal meski tak diketemukan satupun penyakit dari dalam tubuhnya.Dari seberang rumah Arya,senyum lebarkupun terkembang.

Perempuan Berpayung Merah Jambu

Perempuan itu berdiri di tepi jalan raya,ditengah hujan deras,berpayung merah jambu.Pandangannya lurus ke depan.Mulutnya komat-kamit seakan merapal sebuah mantera.Wajahnya terlihat serius tanpa senyum.Ia tak akan menepi sebelum hujan berhenti.Setidaknya sudah beberapa hari pemandangan seperti itu selalu kulihat lewat jendela café tempatku bekerja.Aku tak tahu darimana munculnya perempuan berpayung merah jambu yang tiba-tiba saja sudah berdiri di lokasi yang sama pada saat hujan tiba.Entah apa yang dilakukan perempuan itu.Gilakah ia?

Franky,salah seorang temanku yang juga waiter di café ini berkata ia melihat perempuan itu bersama seorang lelaki makan malam di café kami beberapa kali sekitar dua bulan yang lalu.Aku sendiri tak pernah memperhatikan.Mungkin juga saat mereka datang bukanlah pada waktu jam kerjaku.” Lelaki yang bersamanya bekerja di kantor depan café kita.Kelihatannya mereka sepasang kekasih karena terlihat begitu mesra,” ujar Franky. Lalu dimana kekasih perempuan itu sekarang?Tahukah ia kekasihnya selalu bertingkah aneh saat hujan tiba?Mengapa mereka kini tak pernah lagi mendatangi café kami?Arggghh….begitu banyak pertanyaan di kepalaku tentang perempuan itu.
“Hei,kenapa jadi kamu yang bingung,Tria?” Franky menepuk pundakku sambil tertawa kecil saat aku sibuk memperhatikan tingkah perempuan di luar café kami.
“Aku hanya merasa aneh,Frank,mengapa ia bertingkah seperti itu jika hujan tiba?Sudah beberapa hari pula,kamu sendiri melihatnya,kan?”
“Hmmm…iya sih,tapi…ah,sudahlah,ayo kembali kerja,” Frankypun berlalu dari sisiku.

 ***

Baru saja aku hendak berganti baju dengan seragam café ketika kudengar bunyi sirine  mobil polisi dan ambulance yang bersahutan di depan café.Ah,ada apa ini? Siang ini giliran jam kerjaku dan aku tak mengharap ada keributan di seberang jalan yang tentunya akan mempengaruhi jumlah pengunjung yang datang ke café kami.
“Tria,kamu tahu tidak…” Sambil terengah Frangky berlari mendatangiku.
“Hei,dari mana kamu Frank?”
“Aku baru saja melihat keributan di seberang café kita,ternyata…”
“Ada apa Frank??” Aku yang penasaran segera beranjak akan keluar café,namun tiba-tiba tangan Franky menarikku.
“Jangan,Tria!”
“Kenapa Frank?”
“Ternyata,lelaki yang pernah datang ke café kita,kekasih perempuan aneh yang selalu berdiri saat hujan,yang bekerja di kantor seberang café kita itu….”Suara Frankypun tercekat.
“Kenapa Frank?Teruskan!” Kugoncang keras lengan Franky sambil terus mendesaknya.
“Lelaki itu….ditemukan meninggal di dalam toilet kantor barusan.Rina,temanku yang bekerja di kantor yang sama dengannya cerita,katanya tak ada tanda-tanda penganiayaan atau pembunuhan,tapi….dari mulutnya keluar darah segar terus menerus dan anehnya banyak taburan bunga mawar dan melati juga bau kemenyan disekitarnya!” Franky bercerita sambil bergidik.
Aku terhenyak.Ikut bergidik dan tak bisa berkata-kata.

***

Sore ini hujan kembali turun sangat deras.Begitu derasnya sampai alunan piano di café kami seolah tertutup suara hujan.Aku terperanjat saat melihat keluar jendela café tampak sosok perempuan aneh itu lagi.Ia berdiri dan masih dengan payung merah jambunya namun kali ini kulihat ia tak sedang merapal mantera seperti biasanya.Ia tersenyum lebar.Bukan, menyeringai lebih tepatnya dan terlihat menakutkan.Tak hanya itu,setelah menyeringai  iapun tertawa melengking sambil berlalu dari seberang café kami,berjalan kearah Selatan.Heran,diluar hujan sangat deras,namun lengkingan tawa perempuan itu begitu keras terdengar bagai di ujung telinga.Sebelum berlalu ia sempat melihat tajam ke arahku.Astaga!Bagaimana ia tahu sedang kuperhatikan?Kulihat sepanjang jalan ia taburkan bunga mawar dan melati sambil terus tertawa.Tubuhku berguncang keras,mendadak suaraku tak dapat keluar,tanganku mengapai lemah ingin memanggil Franky yang tak sedang melihat ke arahku.Sesaat kemudian,semuanya berubah menjadi sunyi dan gelap….