Friday, March 30, 2012

Suatu Pagi Di Taman

Langit tampak biru.Hari yang indah untuk menghabiskan waktu di luar rumah.Akupun melangkahkan kaki menuju taman di ujung perumahan.Taman terlihat tak terlalu ramai di Sabtu pagi ini.Kulihat ada beberapa anak kecil yang berlarian.Beberapa diantaranya sedang disuapi oleh pembantu atau baby sitternya.Sepasang remaja terlihat sedang duduk sambil bercanda.Seorang nenek sibuk merajut sesuatu di bangku sudut taman.

Kulayangkan pandangku ke segala penjuru.Masih ada satu bangku kosong di sebelah lampu taman.Di atasnya ada pohon rindang yang memayungi.Baiklah,aku akan kesana.Langkahku terhenti di bangku itu bersamaan dengan sebuah langkah lainnya.Ternyata kami sama-sama akan menempati bangku yang cukup untuk dua orang itu.Hmm ia putih,cantik dan ahaaa…wangi!Tak seperti aku yang belum sempat mandi,sedikit kucel dan astaga…ternyata sedari tadi aku belum sempat bersisir!Sebenarnya aku malu duduk berdampingan dengannya,tapi…aahh…kepalang tanggung.Aku dan dia sudah sama-sama menempati bangku ini.Siapakah dia?Sepertinya baru kali ini aku melihatnya.

“Oh,eh…silahkan,” Aku mempersilahkannya duduk dan membuka percakapan.
“Terimakasih,”jawabnya pelan.
“Sepertinya aku baru pertama melihatmu di komplek ini,”
“Oya??Aku memang jarang main ke taman ini,sesekali saja bila cuaca cerah dan aku diperbolehkan keluar rumah,”
Ya Tuhan,suaranya merdu sekali.Aku semakin ingin mengenalnya.
“Hmm…kalau boleh tahu di mana sih rumahmu?”
“Agak jauh dari taman ini,di Blok D no 15.Kalau kamu?”
“Ohh pantas kamu jarang main ke sini ya.Aku di Blok H no 10.”
“Blok H…hmmm…dekat dong dengan rumah nomer 12?”
“Tentu saja.Kok kamu tahu ?Kamu kenal ya dengan punghuninya,”
“Hmmm…sangat kenal.Aku dan dia….kami….kami…sempat dekat satu sama lain…” kulirik wajah si cantik di sampingku.Olalaaa…tiba-tiba saja kulihat raut wajahnya menjadi sedih.
“Apakah kalian masih sering bertemu?”
“Tidak…dia….diaaa….”suaranya tercekat.
“Kenapa dengan dia?”
“Dia….meninggal seminggu yang lalu,” kulihat matanya basah.
“Maaf,”
“Tak apa.Ia mungkin sudah tenang di atas sana meski sampai kini aku tak bisa memaafkan pengemudi mobil yang menabraknya.Aku benci.Lelaki berkacamata yang  telah membuat kekasihku pergi…dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan kekasihku mereggang nyawa...hiks..hiks…”
Oh Tuhan,ternyata kekasih si cantik ini meninggal karena kecelakaan!Tentu berat baginya menyaksikan kejadian tersebut.Tubuhku bergetar tak bisa membayangkan.Percakapan ini telah membuatnya menangis.Ingin kupeluk si cantik di sampingku ini.Kurapatkan tubuhku ke dia,rasanya ingin kuhapus kesedihannya.
“Tabahkan hatimu…lelaki itu tentu tak sengaja,lebih baik kita mendoakan kekasihmu dan…heyy…hapus dong airmatamu.Aku di sini.I’ll be your shoulder to cry on,”
“Terimakasih…maukah kau menjadi temanku mulai saat ini?”
“Tentu…kenapa tidak?” kembali kurapatkan tubuhku ke tubuhnya.Tiba-tiba saja aku ingin menjadi lebih dari sekedar teman untuknya.Aku ingin menggantikan kekasihnya yang telah tiada.Aku ingin mencintainya!
“Errr…by the way,aku belum tahu namamu,” Ia menatapku.
“Astagaaa…aku juga belum tahu namamu!” Kami sama-sama terbahak menyadari kelucuan ini.Sedari tadi kami berbincang bahkan aku telah memutuskan ingin jadi kekasihnya namun ternyata nama masing-masingpun kami tak tahu.

“Hallo,Aku Panda,”
“Aku Manis,”
Mendadak taman perumahan menjadi sejuk,sesejuk hatiku yang sedang bahagia.Manis,lupakan kesedihanmu,mari berjalanlah bersamaku.
“Meooong…”

(Untuk Henni dan 'Panda'nya :)

Thursday, March 22, 2012

MIMPI

“Astri,tetaplah bersamaku ,” bisik Dika sambil mengenggam tanganku.Jarinya kemudian beralih mengelus anak rambutku.Bibirnya mengecup pipi kananku,hidungku dan kemudian beralih ke bibirku.
“Dik…” “Ssstt…” Dika kemudian membungkamku dengan ciumannya.Ciuman yang hangat kemudian berubah menjadi basah dan membuatku hanya mengikuti setiap geraknya.Ia lumat setiap jengkal tubuhku.Aku tak bisa berkata-kata.Keringat membasahi kami.Kubiarkan Dika membuka satu persatu kancing bajuku.Kamipun bertelanjang dada kemudian menjadi tanpa sehelai benang  suatu  malam dalam satu ruang.

 Dika.Lelaki tampan bermata teduh itu tiba-tiba saja hadir dalam hidupku.Seperti  angin yang menghembuskan sejuk tetiba menelusup ke seluruh pori-pori tubuhku.Aku terpana,bergetar dan menginginkannya.Dika berubah menjadi sesuatu yang kucandu,padahal aku tak mengenalnya seperti aku mengenal mantan kekasihku yang dulu.Ah,siapa dia.Bukan aku tak mau tahu,tapi aku tak mampu.

 Aku selalu terpaku setiap kami bertemu.Apa yang hendak kutanya maupun katakan selalu hilang dalam pelukan lelaki tampan itu.Aku terkunci dalam ciuman membara.Kemudian ku tak sadar meski ada rasa senang yang menjalar.

“Dika,apakah kamu mencintaiku?” kuberanikan diri bertanya sebelum kami kembali berbagi rasa di ranjang.
“Jangan tanyakan itu,”
“Tapi…kita sudah jauh melangkah…”
“Bisakah kita saling berbagi meski tak usah mengucapkan….”
“Cinta??” potongku segera.
“Aku lelaki yang patah hati,Astri.Hatiku telah mati.”
“Tapi kau menginginkanku,”kutatap erat matanya.Mata yang membuatku tergila-gila dan lupa.
“Kita sama-sama membutuhkan rasa ini,”Dika kembali meraih tubuhku.Merabaku.Mengelusku.Menciumiku.Percakapan berakhir.Aku kembali tersihir.

Lelaki Tampan bernama Dika.Kekasih yang menawarkan misteri.Aku terpatri.Ingin dicintai dengan sepenuh hati.Meski lelah jiwa ini.Bertanya namun tetap tak menemukan arti.

“Dika…”
“ Ya sayang,”
“Kenalkan aku dengan duniamu,”
“Apakah itu perlu jika kita selalu bisa bersatu?”
“Aku mau lebih…”
“Astri,biarkan aku hanya menjadi kekasihmu yang boleh kau candu dan kau mau tapi jangan menuntut cintaku karena ia sudah pergi bersama waktu…”
“Dika….” Sebulir air mata menetes mengenai dada bidang yang lembut.Aku tak mampu lagi menyebut.Mataku berkabut.Hatiku kusut.


Aku dan Dika,lelaki tampan yang patah hati merajut  malam di antara kerlip gemintang dan kerlingan bulan.Kami  menyatukan raga dan jiwa tanpa tahu kemana semesta kan membawa.Ketika langit berubah warna dan mentari menawarkan hangat iapun mengembara entah kemana.Aku yang kehilangan hanya bisa mengingatnya lalu memanggil dalam jiwa,” Dikaaa…Dikaaaaa….lelaki patah hatiku yang tampan,akankah kau kembali datang nanti malam?Kunanti dirimu di ambang mimpi kita.Temani aku berdansa di gelapnya malam.Dikaaaaaaaa…….”

Aku terbangun.Menyeka peluh.Menyimpan mimpi di relung jiwaku yang merindu.

Monday, February 6, 2012

Surat Untuk Panda

Dear Panda,
Sudah berapa tahun kita tak bertemu ya?Aku terlelah menghitung waktu.Bukan,bukan karena tak ingin mengingatmu,  justru kehadiranmu serupa rindu menyesap hati,ia selalu hadir menari-nari setiap detik,setiap waktu,setiap hari. Waktu bersiasat dengan sempurna.Mencuri ingatanku. Aku lupa sudah berapa puluh atau bahkan beratus purnama datang dan aku hanya diijinkan menggenggam satu kenangan indah akan dirimu,diriku,diri kita bersama.

Panda,
Kurindu setiap pagi kau membangunkanku,mengendus manja kemudian menggiringku keluar kamar untuk beraktifitas.Ketika kumelangkah keluar rumah tatapan matamupun berubah sendu seolah memohon ke seribu peri untuk mengembalikanku dini.Aku pergi dan kamu menghantar dengan hangat kesetiaanmu yang tak pernah hambar.

Kemudian,ingatkah kamu,aku sering memanjakanmu dengan caraku.Kue kesukaanmu!Aku tak habis pikir bagaimana kamu bisa menyukainya,kue kering kesukaanku ternyata juga menjadi favoritmu.Bertoples-toples kue kering menjadi saksi manisnya hubungan kita.Aku rela tak menggigit kue lagi hanya untuk mencuri perhatianmu.Wajahmu yang lucu seolah berkata “Hei,jangan habiskan kuenya sendiri dong,aku juga mau!” Ugh,kamu menggemaskan.Bagaimana aku bisa berpaling darimu?

Suatu waktu kita pernah berfoto.Aku sampai terkekeh melihatmu yang justru bersemangat ketika berpose.Kupikir kamu ingin gila-gilaan,maka sekalian kupasang kacamata renang yang kemudian menghias wajahmu.Astaga!Kamu diam saja dan malah menikmatinya.Ah,Panda,kamulah matahariku,yang tak jemu-jemu menebar hangat dan membuat hariku selalu berhias senyum,seolah mencipta notasi analfabetis tanda keriaanku.

Tapi,Panda,
Tahukah kamu,sejak hari itu aku tak lagi menebar senyum.Entah apa atau siapa yang merenggut bahagiaku,keriaanku,matahariku.Sekejap kamu tak lagi bisa kupandang.Kamu hilang atau hengkang,kau tak beri kabar,bahkan tak pula tinggalkan jejak.Aku sendu.Kemudian sepi mendekapku sejak nihil kehadiranmu.Meski beribu bulir airmata tertumpah namun tetap kau tak bisa lagi kupegang.Aku kehilangan! Aku kehilangan!

Panda,
Pertanyaan Di mana kamu tak lagi kudengungkan.Aku belajar mengerti meski kamu tak ada.Ikatan batin yang terjalin membuatku tak pernah jauh darimu meski raga tak bisa didapat.Aku tahu kamu juga menyayangiku,mengasihiku karena terbukti lewat kehadiranmu yang kerap melalui mimpiku.Kuyakin,sesungguhnya kamu tak pernah pergi,kamu selalu ada dalam hidupku,meski di mana,wahai Panda,anjingku,matahariku…….

Dari Tuanmu,
Judith

(Saya ikutkan FSC Kompasiana,14 Agustus 2011)

ALEX DAN KRUCIL

Alex sedang berbisik-bisik di pojok ruang tengah,dekat rak buku.Kulihat ia seorang diri di sana namun setelah kuperhatikan ia seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang.Tergerak oleh rasa penasaran,aku bermaksud mendekat dan mengupingnya dari balik lemari hias.
“Krucil,jadi kamu berniat pergi lagi?”
“Kemana? Hahh?NTT? Jauh banget!Pasti kamu punya pacar di sana…” Alex terkekeh.
“Baiklah…kutunggu ceritamu!” Kulihat Alex masih terkekeh sambil melambaikan tangannya.
Hampir copot jantungku.Sedang apakah Alex,keponakanku,barusan?ABG berusia 16 tahun itu terlihat sangat aneh di mataku.Seratus persen aku yakin dan melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa barusan Alex,anak bungsu Mbak Sinta,kakakku satu-satunya itu sedang bercakap-cakap,namun dengan siapa?Tak seorangpun kulihat di sana!
Aku jadi ingat Tria,salah seorang teman kuliahku yang pernah mengajak berbincang dan membahas tentang orang yang mempunyai kemampuan untuk melihat makhluk dari dimensi astral dan hal yang disebut orang dengan astral projection.Tria bilang ada orang yang memang sejak lahir mempunyai kemampuan tersebut,bahkan mereka yang pernah mengalami mati suripun bisa melihatnya.Dicky,pacar Tria malah mengaktifkan chakra ke-6 atau mata batinnya untuk bisa melihat hal yang berbau astral tersebut.
“Sri, jiwa kita sebenarnya bisa melakukan perjalanan sendiri ke tempat lain, terpisah dari tubuh kita,”Ujar Tria saat itu.
What?” Aku yang tak terlalu paham hanya terkejut mendengarnya.
“ Betul. Jiwa kita bisa berkelana Sri dan ini bukan mimpi lho,karena jiwa kita benar-benar pergi atau berada di tempat lain dan bisa melakukan suatu aktivitas di sana,”Lanjutnya.
Aku semakin bingung namun tetap penasaran ingin mendengar penjelasannya.
“Jadi, selama ini kita hanya melakukan perjalanan antar dimensi dari masa kecil hingga sekarang ini. Perjalanan ini akan terus berputar dalam satu siklus,”Ujar Sri.
“Kalau…hantu?”
“Hmm…hantu itu macam-macam lho,makhluk Jin misalnya,ia punya badan Jasmani dan badan Astral juga seperti kita pada dimensi kehidupannya dan antara dimensi kita dengan dimensi Jin, ada tabir gaib pemisah dimensi. Nah,untuk melewati tabir ini diperlukan keahlian khusus,”
“Ah….kamu mengerti tidak semua yang kukatakan tadi?” Tria tersenyum lebar melihat ekspresiku yang mungkin terlihat seperti orang bingung.Aku hanya mengangkat bahu.
“Huh…dasar!” Tria meninju pelan bahuku dan akhirnya kamipun sama-sama tertawa.
***
Bulik ngapain disini ?” * Tak sadar ternyata Alex telah berada tepat di hadapanku.
“Kok Bulik kayak orang bengong sih?”
“Ah nggak,Lex…hmmm….tapi Bulik penasaran.Tadi Bulik lihat kamu sedang bercakap-cakap tapi Bulik nggak melihat siapapun di dekatmu,”
“Oohhh itu tadii…” Alex kembali terkekeh.
“Kok ketawa Lex?Memangnya tadi kamu latihan drama ya?”
“Bukan,tadi itu aku sedang ngobrol dengan Krucil,”
“Krucil?Siapa dia?Mana?”
“Ia temanku yang kadang-kadang suka datang nengok,wujudnya sih seperti anak kecil gitu,aku memberinya nama Krucil,”
Whaaatt??”
“Sabar Bulik,Krucil tidak berbahaya kok,lagian hanya aku yang bisa melihatnya kan,Bulik tak usah khawatir,” “Hmmm…Bulik,itu di belakang Bulik malah ada serombongan binatang aneh,” Ujar Alex sambil menunjuk ke belakangku.
“Bentuknya seperti kelinci tapi bertanduk dan bermata tiga,Bulik,”
*Bulik = Tante (Bahasa Jawa)

Sepatu Barbie Untuk Ani

“Bu,aku ingin sepatu,Buuu…”
“Sepatu?”
“Iya Bu,aku ingin punya sepatu,”
“Sepatu seperti apa itu nak?”
“Warnanya pink dan ada gambar Barbienya,”
“Barbie?”
“Iya Bu, boneka cantik yang gambarnya aku tunjukkan Ibu kemarin,”
“Ohhh….nanti akan Ibu carikan,nak…kamu mau bersabar kan?”
***
“Aniiiii….sini naaakkk….lihat! Ibu dapat sepatu Barbie!”
“Iya Bu! Betul! Ini sepatu Barbie yang kumau Bu!Tapi….ma…mana yang sebelah lagi Bu??”
“Sabar ya nak,nanti Ibu carikan lagi…sementara,simpanlah dulu yang sebelah kiri ini,”
Kulihat Ani mengelus-elus sepatu Barbienya yang (baru) sebelah.Matahari tepat berada di atasku,kulanjutkan pencarianku mengais di Tempat Pembuangan Sampah Bantar Gebang.
(Kompasiana,11 Agustus 2011)

MBAH BOLANG

Matahari mulai meredup saat aku dan Dicto,anak bungsuku meninggalkan candi yang lokasinya tak jauh dari rumah kami.Aku dan Dicto yang baru duduk di kelas 2 SMP sama-sama menggemari fotografi dan kami habiskan waktu dengan hunting foto di candi yang terkenal eksotis itu.Dalam perjalanan menuju rumah yang kami tempuh dengan berjalan kaki itu tiba-tiba Dicto bertanya padaku.
“Ibu,kenapa ia mengikutiku?”
“Siapa,Dict?” Aku menoleh ke segala penjuru dan tak kulihat siapapun.
“Dia,Bu,ada di belakang kita,”
Akupun menoleh ke belakang.Angin berdesir dan menyentuh tengkukku namun lagi-lagi tak kutemukan siapapun.Bulu kudukku berdiri.
“Ma..mana Dict?”
“Ah,sudahlah,Bu,” Dicto memberi isyarat tak ingin melanjutkan percakapan.Dalam perjalanan pulang kami hanya berdiam diri.Sesampai di rumah kami bergegas masuk ke dalam dan kemudian melakukan aktivitas masing-masing.

Diliputi rasa penasaran yang tak kunjung hilang akhirnya aku menemui Dicto yang telah terlihat santai di kamarnya seusai makan malam.
“Dic,sebenarnya apa yang terjadi saat perjalanan pulang dari candi tadi?”
“Oh..itu Bu,”
“Siapa yang mengikuti kita?”
“Macan putih itu Bu.Seekor macan putih mengikuti kita sampai di rumah,”
Bulu kudukku kembali berdiri.Suaraku mulai bergetar.
“Be…benar katamu Dict?Kamu tidak sedang berhalusinasi,kan?”
“Tentu tidak Bu,makanya tadi aku bertanya kepada Ibu,”
“Lalu…sekarang di mana macan putih itu?” Lirih aku bertanya seolah tak ingin terdengar siapapun.
“Tenang Bu,ia takkan mengganggu.Tadi ia berkata ingin menjagaku.Sekarang ia berada di atas genteng,Bu,”Ujar Dicto enteng sambil terus membaca buku yang sedang dipegangnya.
“Oya Bu,aku telah menamainya dengan Mbah Bolang dan aku biarkan ia berada di luar rumah saja ya,biar tidak merepotkan.Toh jika dekat-dekat akan lebih sering menggangguku beraktivitas terutama saat aku harus berdoa dan berkomunikasi dengan Gusti Allah,”
Aku hanya bisa tercengang. Kuterdiam dengan kata-kata yang hanya berlarian ke sana kemari dalam kepalaku.Kemudian membeku.

(Kompasiana,7 Juli 2011)